Link Banner

Menang Atau Jadi Pecundang

Fathi Yazid Attamimi
11 September 2015


Makin lama mengikuti perkembangan perang Suriah ini alhamdulIllah saya makin waras dan makin me-nengah alias menjadi seimbang. Juga makin kurus agak sedikit gagah menawan pula

Kemarin, Semingguan saya mewawancarai puluhan orang Suriah segala golongan segala umur segala kelamin terkait pandangan mereka terhadap bangsanya sendiri. Hasil wawancara itu saya susun menjadi reportase kocar-kacir khas jurnalis abal-abal, Yang saya posting berjudul KASTA WARGA SURIAH

Sebelumnya saya memang sudah mendengar bisik-bisik tetangga terkait perkembangan pengungsi, Terutama yang lagi bikin heboh dengan kabur ke negara-negara Eropa itu. Beberapa pandangan miring tentang pengungsi dan penghormatan terhadap pejuang juga pekerja kemanusiaan yang selama ini saya dengar sekilas dua akhirnya menyata jadi satu fakta, Bahwa masyarakat di Suriah terbagi menjadi beberapa kelas sosial

Kelar menyusun tulisan pendek yang isinya dalam itu, Saya tersentak pada satu kemungkinan yang menampar keyakinan saya :

Kalau sampai terjadi perang di Indonesia, Apa saya akan mampu istiqamah hingga kemenangan tiba ? Atau malah nyungsep, Masuk dalam golongan pecundang ?! Pontang-panting kabur meninggalkan jihad dan jadi pengungsi di negeri orang demi meraih kehidupan yang damai ?!

Fase awal perjuangan, Sebut saja judulnya : Demi jihad kah, Demokrasi kah, Nasionalisme kah, Atau apa lah, Meski mulanya berat dan menyakitkan, Tapi selalu seru dan menyenangkan untuk dikenang. Fase itu dipenuhi romantisme perjuangan, Dimana biasanya semua elemen bersatu. Entah digerakkan oleh ideologi, Atau sekedar ikut-ikutan dan terpaksa

Tapi bila ternyata perang berlangsung panjang, Hari berganti bulan berlanjut tahun dan terjadi selama bertahun-tahun, Umumnya jarang ada yang mampu bertahan kecuali mereka yang diRahmati Allah. Episode berikutnya, Bila kita masih hidup, Kita akan hidup dalam kejenuhan, Kesepian karena para sahabat dan kawan telah pergi meninggalkan, Dan beban kehidupan yang berat menekan setiap jam setiap detiknya

Saya mengikuti perkembangan revolusi Suriah bahkan terjun sejak 3 bulan pertamanya. SubhaanAllah Allah beri saya kesempatan datang pada ketiga fase revolusi ini :

Tahun 2012 : Fase persatuan dan romantisme perjuangan

Tahun 2014 : Fase perseteruan antar mujahidin. Seperti antara ISIS vs Mujahidin vs Kubu Demokrasi

Tahun 2015 : Fase membludaknya pengungsian

Pada fase pertama, Suriah penuh dengan senyuman, Penuh semangat, Penuh segala yang diperlukan untuk membakar gairah perjuangan dan mempersatukan ummat. Ketika itu pintu-pintu rumah orang kaya dibuka lebar-lebar. Lantai satu rumah orang kaya dipakai markas pejuang, Dan dapurnya terus mengepul memasak makanan bagi para pejuang. Semuanya gratis ! Mereka yang kaya menyumbang harta serta jiwa, Dan orang miskin menyumbang jiwa beserta keluarga mereka semuanya ! Tak ada ketakutan atau saling curiga, Tak ada keraguan siapa yang berjuang bersama kita, Dan cukup satu isyarat untuk menyatakan bahwa kita bersama mereka

Jari telunjuk yang teracung serta seruan takbir !

Fase ini dikenang manis oleh mereka yang mengalaminya, Meski tak lagi terlibat dalam perang

Lalu datang fase kedua. Dimana fitnah dan kerusakan merajalela. Para pejuang terpecah berantakan jadi banyak bagian. Kubu Al-Qaeda - ISIS - Salafy - Sufi - IM - Dan Demokrasi. Persaingan terjadi dimana-mana, Dan karena ini medan perang, Maka bunyi letusan tembakan yang menghabisi lawan adalah keniscayaan. Para muhajir dibantai, Al-Qaeda dikhianati, Kubu demokrasi berusaha mengubah arah perjuangan, Dan kubu-kubu lain mulai menampakkan agenda rahasianya

Fase ini adalah permulaan evaluasi dan seleksi yang Allah jalankan. Mereka yang kuat terus bertahan, Yang lemah bertumbangan. Entah tumbang jadi pengungsi dan gantung bedil, Atau tumbang berubah halauan jadi kubu yang tersesat !

Ketika itu, Awan gelap menyelimuti Suriah yang bimbang oleh ketidak jelasan siapa lawan siapa kawan dan kepada siapa mesiu harus dilesakkan ! Fase ini ditulis dengan darah-darah yang tumpah oleh pengkhianatan !

Lalu saat ini saya sedang menyaksikan fase ketiga, Ketika titik jenuh mulai membakar kepala banyak orang. Entah jenuh dengan perang yang tak berujung, Jenuh dengan himpitan kesulitan, Atau jenuh dengan perseteruan. Yang kabur ya kabur sana, Sebagai yang terkalahkan. Yang bertahan terus bertahan sebagai pejuang

Masing-masing memilih jalannya sendiri di dunia, Dan menetapkan tempatnya di akhirat

Terkait pengungsi, Saya pribadi ga sampai berani mencela mereka. Semua ungkapan kebencian yang saya tulis adalah hasil reportase dan pandangan sepihak masyarakat Suriah. Sebab saya tidak mengalami apa yang mereka alami !

Perang ini bukan fardhu a'in bagi saya. Keterlibatan saya disini dalam rangka mengejar apa yang belum bisa saya dapat di negeri saya : Jihad fiisabiilIllah, Dengan membantu keluarga mereka yang sedang berjuang. Saya bisa pulang kapan saja saya mau. AlhamdulIllah saya masih bisa memilih

Tapi gimana kalau saya ga bisa memilih ? Negeri saya hancur, Perang berlarut-larut, Kebencian serta kecurigaan meruak diantara sesama kawan, Dan bahkan untuk makan anak istri pun saya harus menunggu bantuan ?! Semua opsi yang tersedia ga ada yang enak secara duniawi : Pilihan saya cuma memanggul senjata dan terus bertempur, Atau duduk melamun nunggu jatah ransum di camp pengungsian

Semuanya membuat saya ingin mengingatkan sekali lagi bagi diri pribadi dan sukur-sukur dibaca sama antum semua :

Hindari perang sebisa mungkin. Perang di negeri orang bisa kita datangi dan tinggalkan sesuka hati. Kerusakan yang terjadi bukan di rumah kita, Dan mereka yang mati bukan anak istri bapak ibu kita. Kalau jenuh ya pulang, Pingin perang ya datangi lagi

Tapi beda kalau perang terjadi di halaman rumah kita. Segala kesengsaraan dunia tetiba menerpa mimpi kita, Menghapus segala khayalan dan bayangan keren-kerenan soal kegagahan memanggul senjata ! Lalu perlahan getirnya hidup mengubur semangat kita yang mulanya begitu membara !

Perang memang dibolehkan, Bahkan seringkali dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Lalu mau ga mau kita harus menerjuninya. Tapi mengobarkan perang bukan tugas sembarang orang !

Jangan sampai kita jadi salah satu pemicu perang, Apalagi kemudian kita tinggal kabur api yang kita sulut itu ! Seburuk-buruk kondisi di Indonesia, Hidup disana masih jauh lebih enak dibanding saudara kita disini !

Komando perang sejak zaman RasulUllah ShallAllahu A'laihi Wasallam sampai hari ini terletak di pundak para ulama, Jangan kita ambil alih ! Mengadulah pada mereka akan kondisi ummat, Lalu patuhlah, Entah disuruh terus bersabar, Atau menerjuni api sekalipun !

Tapi bagaimanapun, Perjuangan muslim Suriah meski kita dukung. Ga perlu dengan bedil atau jiwa raga. Sudah cukup banyak mujahidin disini, Meski saya ga melarang yang mau ikut berperang. Kita bisa fokus pada bantuan kemanusiaan. Semoga dengan begitu beban warga sipil bisa teringankan, Dan para mujahidin bisa maju ke medan perang dengan tenang

Saya sudah 2 bulan di Suriah dalam rangka kegiatan kemanusiaan dan kerja jurnalistik. Tulisan-tulisan pada akun ini saya buat untuk mengumpulkan dana bagi bantuan muslim Suriah. Saya membuka rekening pada no berikut. Silakan membantu semampunya. Sedikit tapi rutin atau banyak tapi rutin insyaAllah jadi kebaikan bagi donatur, Karena harta kita dibersihkan dengan cara yang agung dan mulia demi menolong sesama muslim


Untuk berdonasi klik DISINI
 




0 Response to "Menang Atau Jadi Pecundang"

Posting Komentar